akuntansi rumah sakit

BAB I

PEMBAHASAN

I.I        latar belakang

Sifat dan Karakteristik Rumah Sakit

Rumah sakit adalah bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif kepada masyarkat, serta pelaynan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat  pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat penelitian bio-medik.

fungsi utama rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan maupun bagian mata rantai rujukan pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengalaman sampai saat ini, pengaduan mengenai pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan oleh dokter tidak kurang 80% terjadi di rumah sakit. Lagi pula, segal prinsip yang berlaku di rumah sakit secar proporsional dapat juga diberlakukan di saran pelayanan kesehatan lainnya.

Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu serta teknologi kedokteran, rumah sakit telah berkembang dari suatu lembaga kemanusiaan, keagamaan, dan sosial yang murni, menjadi suatu lembaga yang lebih mengarah dan lebih berorientasi kepada “bisnis”, terlebih setelah para pemodal diperbolehkan untuk mendirikan rumah sakit dibawah badan hukum yang bertujuan mencari profit. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang padat modal, padat karya, dan padat ilmu serta teknologi, dimana untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang tinggi, diperlukan profesionalisme yang andal dalam hal pengelolaan lembaga bisnis yang modern.

Kewaiban setiap insan kesehatan adalah mensosialisasikan pengertian rumah sakit sebagai “unit Sosio-Ekonomi”, sehingga persepsi masyarakat bisa berubah. Sosialisasi dikalangan insan kesehatan sendiri dan para insan rumah sakit sangat diperlukan. Sebagai contoh, para dokter dan para perawat tidak boleh menganggap rumah sakit sebagai lahan untuk mencari nafkah semata, apalagi rumah sakit dianggap sebagai tambang emas untuk menghimpun kekayaan. Rumah sakit sebagai lahan pengabdian profesiny masing-masing merupakan pengabdian yang sepantasnya bag setiap insan kesehatan atau insan rumah sakit.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.I        Pertanggungjawaban pelayanan rumah sakit

Pembangunan kesehatan dimasa mendatang sangat tergantung pada kemampuan sumber daya manusia yang ada di daerah.Kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya peran pihak ketiga dalam mengatur pembiayaan kesehatan melalui sistem asuransi, baik publik maupun swasta. Keadaan ini juga akan semakin berkembang di Indonesia dimasa yang akan datang bila perdagangan antar negara menjadi semakin bebas.

Sebagai bukti pertanggungjawaban unit pelayanan rumah sakit pemerintah daerah, setiap unit rumah sakit berkewajiban memberikan laporan akhir sebagai bukti pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan usaha selam periode pelaporan. Laporan tersebut meliputi laporan alokasi dana, laporan pendapatan, dan laporan pengeluaran ke pemerintah daerah setempat.

Secara lebih luas, tergantung pada sumber daya yang dipunyai, sebuah rumah sakit dapat mempunyai siklus aktivitas sebagai berikut :

1.      Menyelenggarakan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan kepada umum

2.      Menyelenggarakan pendidikan dan latihan tenaga medis, ahli dan para medis, baik yang diselenggarakan sendiri maupun bersama dengan instansi lainnya,

3.      Mengadakan dan melakukan penelitian.

 2.2.     Jenis – jenis Anggaran Rumah Sakit

1.       Anggaran modal

Adalah anggaran yang terdaftar dan tergambar dalam perencanaan penambahan modal. Anggaran ini berisi daftar modal proyek yang diajukan selama tahun yang akan datang. Dampak anggaran tersebut mencakup seluruh pengeluaran aktiva yang terencana selama setahun.

2.      Anggaran kas

Adalah anggaran yang tercatat dalam rencana penerimaan dan pengeluaran kas. Kas meliputi saldo tunai dan saldo rekening giro bank yang dimiliki entitas, serta elemen-elemen lainnya yangdapat dipersamakan dengan kas

Anggaran kas sangat terkait dengan komponen kas dari aktivitas opersai, investasi, dan pembiayaan.

3.      Anggaran pelaksanaan

Adalah anggaran yang telah tergambar dalam perencanaan aktivitas pelaksanaan. Anggaran pelaksanaan terdiri dari tiga komponen :

a.         Penerimaan

b.        Biaya dan pengeluaran

c.         Pengukuran hasil

2.3       Akuntansi Rumah Sakit

Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data, informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan, mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agr a mutu pelayanan dapat dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar.

Akuntansi ialah suatu sistem yang merupakan salah satu pokok kegiatan dalam manajemen keuangan yang terdiri dari kegiatan mencatat, mengklasifikasikan dan menyimpulkan semua transaksi dan kejadian kejadian  dalam suatu organisasi yang menyangkut keuangan, sehingga didapatkan suatu data atau informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan.

Hasil akhir dari akuntansi adalah laporan keuangan yang berbentuk :

a.       Neraca (Balance sheet)

b.      Laporan keuangan (Income statement)

c.       Laporan perubahan keuangan.

Ditinjau dari segi pembukuan, akuntansi dibagi menjadi 2 sistem yang sangat penting yaitu :

a.      Sistem Cash Basis atau Kas Stelsel

Yang telah dipakai oleh pemerintah kita termasuk RS Pemerintah. Dalam sistem ini hanya dicatat “penerimaan” dari pengeluaran uang, sehingga sebetulnya sistem ini sangat sederhana, mudah dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Di samping itu pengawasan menjadi lebih mudah. Penerimaan akan dicatat jika telah diterima uang dan pengeluaran dalam satu tahun anggaran yang ditentukan.

b.      Accrual Basis

Pada sistem ini transaksi dan peristiwa diakui pada saat kejadian, bukan pada saat hak diterima atau dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Dengan kata lain penghasilan diakui pada saat penyerahan barang/jasa, bukan pada saat kas diterima; dan biaya diakui pada saat terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan metode aktual, harta daki ui pada saat diperoleh kepemilikannya.

 

2.4       Karakteristik Kualitas Informasi

a.      Kualitas informasi akuntansi

Laporan keuangan ditujukan agar dapat bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan adanya tuntutan kualitas informasi tertentu yang bersifat :

–          Dapat dipahami

–          Relevan yaitu bermanfaat bagi peramalan dan penegasan keputusan

–          serta evaluasi masa lalu

–          Handal (reliable) yaitu penyajian jujur, substansi mengungguli

–          bentuk, netralitas, pertimbangan sehat dan lengkap.

–          Berdaya banding (comparability)

Oleh karena itu kebijakan akuntansi yang dianut harus konsisten, namun bila ada alternatif lain yang lebih relevan dan andal konsistensi ini tidak perlu dipertahankan. Hanya perubahan tersebut perlu diberitahukan kepada pembaca laporan keuangan.

b.      Kendala terhadap terpenuhinya kualitas umum dari informasi di atas antara lain :

o   Ketepatan waktu;

Laporan yang tertunda dapat menghasilkan informasi yang kurang relevan. Sebaliknya untuk menghasilkan informasi yang tepat waktu seringkali mengurangi keandalan informasi. Untuk mengimbangkan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan merupakan pertimbangan yang menentukan.

o   Keseimbangan biaya dan manfaat;

Biaya membuat informasi jelas harus lebih rendah dari manfaatnya. Pertimbangan ini jelas berdampak pada cara pencatatan dan penyajian laporan akuntansi yang dipilih.

Asumsi Akuntansi

a.       Dasar akrual

b.      Kesinambungan (going concern)

c.       Kesatuan ekonomi.

Dalam akuntansi, organisasi usaha dipandang sebagai kesatuan ekonomi yang terpisah dari pemilih/pendiri dan unit organisasi lainnya.

d.      Transaksi bebas

Transaksi akuntansi lebih diasumsikan selalu terjadi di antara pihakpihak yang bebas yang sanggup melindungi kepentingan. Dengan demikian, harga yang terjadi dari transaksi tersebut adalah harga yang objektif.

e.       Pengukuran dalam nilai uang

Akuntansi menggunakan uang sebagai denominator umum. Akibatnya hanya faktor/transaksi yang dapat dianjurkan dalam nilai  uang yang dicatat dan dilaporkan dalam akutansi. Selain itu, dalam akuntansi uang diasumsikan merupakan ukuran yang stabil, sehingga perubahan nilai beli dari uang diabaikan.

 

5. Standar Akuntansi Keuangan

Merupakan pedoman/acuan dalam penyusunan laporan keuangan yang

disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) 1994.

 

6. Kebijakan Akuntansi

Kebijakan akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip dasar-dasar,

konvensi, peraturan dan prosedur yang digunakan manajemen dalam

penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Dalam Rumah Sakit

Swadana telah berlaku kebijakan akuntansi Rumah Sakit dengan

menggunakan cash basis dan accrual basis yang sementara berjalan

paralel.

Dalam mengatur rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.      Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Swasta (Private Hospital)

Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi yang dikembangkan oleh Financial Accounting Standards Board – FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan).

 

2.      Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Pemerintah (Public Hospital)

Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi dilaksanakan berdasarkan standar akuntansi yang dikem bangkan oleh Govermenttal Accounting Standards Board – GASB (Dewan Standar Akuntansi Pemerintah).

 2.5      Akuntansi Dana di Rumah Sakit

Dalam akuntansi dana untuk rumah sakit, penyajian laporan informasi keuangan mengharuskan pembentukan dana (fund) yang dibagi menjadi dua, yaitu:

1.      Dana Tidak Terikat (Unrestricted Fund)

Yaitu dana yang tidak dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu.

2.      Dana Terikat (Restricted Fund)

Yaitu dana yang dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu yang biasanya muncuul karena permintaan dari pihak eksternal yang memberikan sumbangan. Terikat tidaknya aktiva tergantung pada ketentuan pihak lain (donor) yang memberikan sumber keuangan.

Tidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk rumah sakit. PSAK yang paling “cocok” untuk sementara waktu digunakan adalah PSAK 45 tentang organisasi nirlaba.

Berdasarkan PSAK 45, akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal. Namun aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:

  1.  Dana tidak terikat
  2.  Dana terikat sementara
  3.  Dana terikat permanen

Ruang Lingkup Akuntansi Rumah Sakit

1. Laporan hasil usaha

Walaupun Rumah Sakit Pemerintah berorientasi sosial atau nir laba, namun dengan perubahan menjadi Unit Swadana, maka mencari laba usaha adalah penting walaupun bukan menjadi tujuan utama pendirian Rumah Sakit tersebut. Sisa hasil usaha Rumah Sakit Swadana berbeda dengan SHU badan usaha lainnya atau Rumah Sakit yang berbentuk PT, pada Rumah Sakit Swadana tidak ada bagian yang diserahkan kepada pemilik sebagai dividen.

a.         Pengertian SHU adalah kelebihan dari penghasilan atas beban pada satu periode tertentu.

b.    Manfaat SHU antara lain :

o   Memungkinkan analisis laporan keuangan

o   Memungkinkan laporan pertanggungjawaban manajemen Setiap unit di Rumah  Sakit mempunyai kontribusi tersendiri terhadap SHU. Ada unit yang berkontribusi sebagai penghasil keuntungan (profit center) dan ada yang sebagai pusat pengeluaran beban (cost center). Laporan dapat bersifat kualitatif sebagai basil peninjauan lapangan dan dapat bersifat kuantitatif/keuangan yang diperoleh dan laporan-laporan unit center.

c.    Penyajian didapat dari:

o   Penyajian penghasilan yang berasal dari pendapatan kegiatan usaha (operating revenues) yaitu semua penghasilan (bruto) yang timbul dari aktivitas utama Rumah Sakit seperti pelayanan jasa medis dan kesehatan di Unit Rawat Inap, Rawat Jalan, penunjang medik dan lain-lain

o   Penyajian penghasilan yang berasal dari penghasilan lain-lain yang merupakan semua basil yang diperoleh bukan dari aktivitas utama Rumah Sakit seperti parkir, WC, bunga bank dan lain-lain.

o   Beban (expenses) yaitu biaya yang secara lang sung telah dimanfaatkan di dalam kegiatan memperoleh penghasilan dalam suatu periode tertentu.

Terdiri dari :

– beban dari kegiatan usaha yaitu beban yang timbul sebagai akibat dari kegiatan utama Rumah Sakit seperti gaji seluruh karyawan, harga pokok obat/bahan habis pakai, snack karyawan, sparepart peralatan medik dan lain-lain.

– beban umum dan administrasi yaitu beban yang timbul bukan diakibatkan langsung dari kegiatan memperoleh pendapat usaha Rumah Sakit seperti beban gaji direksi dan karyawan adiministrasi umum, ATK dan lain-lain

–  beban lain-lain adalah semua beban yang itmbul bukan dikarenakan dari pelaksanaan aktivitas utama Rumah Sakit, seperti beban bunga dan lain-lain.

d.  Bentuk laporan :

o   Tunggal (Single step)

  • · Semua penghasilan dikelompokkan
    • · Semua beban dikelompokkan
    • · Selisih penghasilan atas beban adalah SHU
    • · PPH 25 maka didapat SHU bersih.

 

o   Bertahap

Setiap penghasilan ataupun beban diuraikan secara rinci.

e.  Perkiraan luar biasa

Yaitu perkiraan yang sifatnya abnormal/luar biasa (extra ordinary), bisa berupa keuntungan atau kerugian luar biasa, seperti pelunasan hutang, gempa bumi, kebakaran dan lain-lain.

 

2.6       Dana-Dana dalam Akuntansi Dana Rumah Sakit

Dana dalam akuntansi dana rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.      Dana Umum (General Fund)

Damna umum digunakan untuk mencatat sumber daya dana/dana yang diterima dan dibelanjakan dalam menjalankan dalam menjalankan kegiatan operasional utama dari rumah sakit.

2.      Dana Terikat

Kelompok dana (Fund Groups) yang digolongkan sebagai dana terikat digunakan untuk mencatat dana yang penggunaannya dibatasi oleh donor atau pihak yang mensponsori dana tersebut.

Laporan Keuangan Rumah Sakit

Dalam laporan keuangan rumah sakit terdapat empat laporan keuangan utama yang dihasilkan oleh proses akuntansi, yaitu:

1.      Neraca

Terdiri dari :

•    Aktiva dan utang diklasifikasi menjadi:

–        Aktiva lancar – aktiva tetap

–        Utang lancar – utang jangka panjang

•         Aktiva bersih (ekuitas) diklasifikasi berdasarkan:

–        Aktiva bersih tidak terikat

–        Aktiva bersih terikat temporer

–        Aktiva bersih terikat permanen

Neraca dalam rumah sakit tidak mempunyai perbedaan mendasar baik isi maupun proses penyusunan dari sudut pandang ilmu akuntansi dibandingkan dengan neraca perusahaan yang sering kita kenal disektor komersial namun demikian ada beberapa hal yang secara khusus perlu diperhatikan antara lain:

a.      Kas

Jumlah kas yang tercatat dalam neraca tidak termasuk kas pada Dana Terikat yang tidak dapat digunakan untuk kegiatan operasi.

b.      Piutang

Piutang harus dilaporkan pada jumlah yang diperkirakan dapat direalisasi.

c.       Investasi

Investasi awal dicatat pada harga perolehan pada saat pembelian, atau pada nilai wajar pada saat penerimaan jika investasi diterima sebagai pemberian.

d.      Aktiva Tetap

Aktiva tetap dilaporkan bersama dengan akumulasi depresiasinya dalam Dana Umum.

e.       Aktiva yang Disisihkan

Klasifikasi aktiva terikat (restricted assets) hanya diberikan pada dana yang penggunaannya dibatasi oleh pihak eksternal rumah sakit yang mensponsori dana tersebut.

f.       Utang Jangka Panjang

Utang jangka panjang dilaporkan pada neraca.

g.      Saldo Dana

Sesuai dengan kaidah pembagian dana yang dijelaskan, saldo dana yang dimiliki oleh rumah sakit dipisahkan menjadi tiga macam yaitu: terikat, terikat sementara waktu, dan terikat permanen.

2.      Laporan Operasi

Untuk rumah sakit, hasil dari kegiatan operasinya dilaporkan dalam Laporan Operasi (Statement of Operations). Laporan ini mencakup tentang pendapatan, beban, untung dan rugi, serta transaksi lainnya yang mempengaruhi saldo dana selama periode berjalan. Dalam laporan operasi harus dinyatakan suatu indikator kinerja seperti halnya laba bersih dalam perusahaan, yang melaporkan hal kegiatan operasi rumah sakit selama periode berjalan. Indikator kinerja ini harus mencakup baik laba ataupun rugi operasi selama periode berjalan maupun laba langsung yang diperoleh selama operasi berjalan. Perubahan lain dari saldo dana selama periode berjalan harus dilaporkan setelah indikator kinerja.

Berikut adalah pos-pos lain yng jga perlu menjadi perhatian:

a.      Pendapatan Jasa Pasien

Pendapatan jasa pasien dihitung dari jumlah bruto dengan menggunakan tarif standar. Jumlah tersebut kemudian di kurangi dengan penyesuaian kontraktual (contractual adjusments) menjadi Pendapatan Bersih Jasa Pasien.

b.      Penyesuaian Kontraktual

Penyesuaian kontraktual berasal dari keterlibatan pihak ketiga dalam proses penggantian pembayaran medis. Perusahaan asuransi biasanya mengganti kurang dari jumlah tarif standar penuh untuk jasa medis yang disediakan bagi pasien yang menjadi tanggunan asuransi. Meskipun rumah sakit memiliki tarif standar untuk jasa yang diberikan, namun rumah sakit menjalin kontrak dengan pembayar pihak ketiga di mana rumah sakit menerima jumlah pembayaran yang lebih rendah untuk jasa tersebut.

c.       Pendapatan dari Kegiatan Lainnya

Pendapatan dari kegiatan lain mencerminkan pendapatan dari sumber-sumber bukan pasien, seperti kantin dan sewa parkir. Pendapaatan ini biaaanya mencerminkan jumlah bersih dari operasinya, jadi bukan jumlah brutonya.

d.      Transfer Antardana

Tidaklah tepat untuk tetap mengelola aktiva dalam Dana Terikat ketika persyaratan yang ditetapkan oleh pihak sponsor atau donor sudah terpenihi. Dalam hal ini aktiva tersebut harus ditransfer dari Dana Terikat ke Dana Tidak Terikat. Untuk tujuan pelaporan keuangan, transfer antar dana ini dilaporkan dalam Laporan Operasi sebagai “Pelepasan Saldo Dana” dan ditunjukkan sebagai penambahan atas Dana Tidak Terikat.

 

Contoh Pendapatan:

1.      Pendapatan operasioal wajat jalan: karcis umum dan karcis spesialis.

2.      Pendapatan operasional rawat inap: akomodasi dan visite.

3.      Pendapatan tindakan medis: tindakan medik, dan tindakan keperawatan

4.      Pendapatan operasional unit penunjang: rasiologi, laboratorium, fisioterapi, farmasi, dan rehab medik.

e.       Beban Dana Umum

Beban-beban dalam Dana Umum diakui secara akrual, seperti halnya pada entitas komersial.

 

 

Contoh beban :

  • Biaya pelayanan: bahan, jasa pelayanan, pegawai, penyusutan, pemeliharaan, asuransi, langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian.
  • Biaya umum dan administrasi: pegawai, administrasi kantor, penyusutan, pemelihataan, langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian

f.       Sumbangan

Sumbangan (donasi) dibagi menjadi donasi yang terbentuk jasa dan berbentuk aktiva. Karena sering kali sulit untuk menetapkan nilai dari donasi yang berbentuk jasa, maka nilai dari donasi ini biasanya tidak dicatat. Namun, jika terdapat kebutuhan untuk melakukan pencatatan, maka perkiraan nilai dari donasi jasa dicatat sebagai sumbangan yang langsung diikuti dengan beban dalam jumlah yang sama. Sedangkan donasi yang berbentuk aktiva dilaporkan pada nilai wajar pada tanggal diterimanya sebagai sumbangan jika donasi aktiva ini penggunaannya dibatasi oleh pihak sponsor atau donor maka dilaporkan dalam Dana Terikat Sementara atau Dana Terikat Permanen. Ketika pembatasannya sudah tidak berlaku lagi, maka dilakukan transfer dari Dana Terikat ke Dana Umum.

3.      Laporan Perubahan Aktiva Bersih

Laporan ini menyajikan perubahan dalam ketiga kategori aktiva bersih yang Tidak Terikat, Terikat Sementara, dan terikat Permanen.

4.      Laporan Arus Kas

Format dari laporan ini serupa dengan yang digunakan untuk entitas komersial.

Laporan arus kas terdiri dari:

1.      Aktivitas operasi

2.      Aktivitas investasi

3.      Aktivitas pendanaan

5.  Catatan Atas Laporan Keuangan

Terdiri dari :

1.      Gambaran umum RS

2.      Iktisar kebijakan akuntansi

3.      Penjelasan pos-pos laporan keuangan

Ditjen Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi RS yang sudah menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini berisi 10 bab:

1.       Pendahuluan

2.       Laporan Keuangan

3.       Akuntansi Aktiva

4.       Akuntansi Kewajiban

5.       Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas)

6.       Akuntansi Perubahan Aktiva Bersih

7.       Laporan Arus Kas

8.       Catatan Atas Laporan Keuangan

9.       Ilustrasi Laporan Keuangan

10.   Rasio Keuangan

2.7       Rumah Sakit  Sebagai BLU

  • Standar Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit

Pelanggan baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan-  keinginan ataupun harapan terhadap jasa yang disediakan oleh rumah sakit. Mereka mempunyai persyaratan-persyaratan yang diharapkan dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun demikian pelanggan eksternal sebagai pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa yang diinginkan dapat dipuaskan (customer satisfaction),  sedangkan tenaga profesi mengajukan persyaratan agar pelayanan yang disediakan memenuhi standar profesi, sedangkan pihak manajemen menghendaki pelayanan yang efektif dan efisien. Jadi mutu dapat dipandang dari berbagai sudut pandang Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.

Dalam hal rumah sakit pemerintah di daerah (RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :

1.         Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD;

2.         Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;

3.         Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;

4.         Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD;

5.         Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.

Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan peraturan menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1.         kontinuitas dan pengembangan layanan;

2.         daya beli masyarakat;

3.         asas keadilan dan kepatutan; dan

4.         kompetisi yang sehat.

Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini  aspek penentuan tarif masih berbasis aggaran ataupu subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan strategi yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang diharapkan. Yang perlu diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada prosentase tertentu namun berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah pemerintah daerah dan DPRD

  • Pengelolaan Keuangan

Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah daerah harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun penganggarannya, termasuk penentuan biaya.

Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).

Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari indikator input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, dan khusus untuk RSUD, pengelolaan keuangannya harus mengacu dan berdasarkan Permendagri Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

  • Pelaporan dan Pertanggungjawaban

BLU sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”. Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena BLU merupakan badan/unit atau organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK.

Laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang disusun oleh pihak manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh auditor independen. Laporan keuangan rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor independen.

Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk:

1.         Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;

2.         Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk

laporan aktivitas dan laporan arus kas);

3.         Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan

posisi keuangan);

4.         mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).

Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:

1.      Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu;

2.      Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih);

3.      Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan;

4.      Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.

Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal 6 ayat (4) PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum).

Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan:

1.      Laporan Keuangan; dan

2.      Laporan Kinerja.

Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:

1.         Laporan Realisasi Anggaran dan/atau Laporan Operasional;

2.         Neraca;

3.         Laporan Arus Kas; dan

4.         Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah tersebut sebelum disampaikan kepada entitas pelaporan direviu oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/lembaga. Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.

PERBEDAAN PSAK 45 DAN SAP

PSAK 45

SAP

Badan penerbitnya IAI

Badan Penerbit KSAP

Laporan keuangan:

• Laporan aktivitas

• Laporan posisi keuangan

• Laporan arus kas

• Catatan atas Laporan keuang

Laporan keuangan:

• Laporan realisasi anggaran

• Neraca

• Laporan arus kas

• Catatan atas Laporan keuangan

Organisasi bisnis

Organisasi non kepemerintahan

Organisasi kepemerintahan

Pengguna:

• Masyarakat

• Lembaga donor

• Pemerintah

Pengguna:

• Masyarakat

• Wakil rakyat/Pengawas/Pemeriksa

• Pemerintah

 

Laporan keuangan rumah sakit merupakan laporan yang disusun oleh manajemen sebagai media penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan rumah sakit merupakan penyamapaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut. Nilai lebih dari rumah sakit pemerintah menjadi badan layanan uumun ditinjau dari isi pelaporan keuangan adalah rumah sakit harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan organisasi nirlaba dan menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut diaudit oleh auditor independence. Dengan kesanggupan tersebut tentu saja diharapkan rumah sakit dapat mencapai tata kelola yang baik dan pelaporan yang transparans.

 

 

 

 

 

 

 

3

BAB III

PENUTUP

3.I        KESIMPULAN

Parameter ukuran keberhasilan organisasi kesehatan meliputi; jumlah alokasi dana yang diperoleh, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, jumlah orang yang dilayani, dan biaya overhead yang mampu diminimalisir. Organisasi kesehatan harus mampu menghitung biaya ekonomi dan biaya sosial, hal ini menyebabkan akuntansi diterima sebagai ilmu yang dibutuhkan untuk mengelola urusan kesehatan.

Berdasarkan pengalaman sampai saat ini, pengaduan mengenai pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan oleh dokter tidak kurang 80% terjadi di rumah sakit. Lagi pula, segal prinsip yang berlaku di rumah sakit secar proporsional dapat juga diberlakukan di saran pelayanan kesehatan lainnya.

 

3.2       SARAN

. Sosialisasi dikalangan insan kesehatan sendiri dan para insan rumah sakit sangat diperlukan. Sebagai contoh, para dokter dan para perawat tidak boleh menganggap rumah sakit sebagai lahan untuk mencari nafkah semata, apalagi rumah sakit dianggap sebagai tambang emas untuk menghimpun kekayaan. Rumah sakit sebagai lahan pengabdian profesiny masing-masing merupakan pengabdian yang sepantasnya bag setiap insan kesehatan atau insan rumah sakit.

 

 

 

akuntansi keuangan partai politik

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG

Moralitas politik yang menyangkut keuangan dan kesejahteraan rakyat tidak pernah menjadi agenda kerja yang serius dalam proses reformasi. Akibatnya ketiadaan transparansi akan sumber keuangan partai merupakan bagian yang paling lemah dari kemungkinan untuk terjadi praktek-praktek korupsi untuk keuangan partai, seperti kasus yang paling mutakhir. Kasus perginya kader partai memberi kesan kepada rakyat bahwa partai membangun sandiwara murahan. Siapa yang dicitrakan buruk dalam sandiwara tersebut dimata rakyat? Institusi hukum yang berselisih waktu dalam pencekalan perginya sang kader partai ke negeri yang tidak memiliki perjanjian extradisi, dan KPK yang juga dicitrakan terlambat dalam mencegah kepergian pelaku yang diduga terlibat dalam kasus penyuapan pembangunan wisma Atlit. Jika ini benar, maka kita dapat mengatakan bahwa partai tidak lagi memiliki moralitas politik. Lebih dari itu juga partai yang semestinya membela rakyatnya sebagai korban korupsi justru memberi kesan lebih membela kadernya yang telah merugikan rakyat. Ini adalah sebuah gambaran dari kehidupan politik tanpa moral. Partai dalam hal ini, tampak seperti tidak peduli dengan rakyatnya yang semestinya mereka sejahterakan, yaitu dengan menjalankan negara secara bersih dan bekeadilan. Negeri ini akan di bawa ke mana jika partai tidak memiliki moralitas dan pertanggungjawaban kepada rakyat sebagai konstituen politiknya.

Rakyat selama ini hanya dijadikan korban partai karena pada dasarnya partai-partai di Indonesia bukan muncul karena kepentingan rakyat melalui gerakan sosialnya, namun lebih merupakan kepentingan elit politik dan elit bisnis yang

bergerak menggunakan kekuatan social untuk memenuhi kepentingan elit itu sendiri. Akibatnya rakyat hanya merupakan obyek politik yang sesungguhnya tidak aktif dalam mendorong terjadinya perubahan yang mendasar yaitu kesejahteraan sosial. Ini artinya reformasi politik lebih lanjut perlu dipikirkan agar lebih mendasar dan radikal.

Dalam hal ini rakyat perlu membentuk kekuatan alternatif berupa gerakan sosial yang berfungsi sebagai pengendali moralitas politik menuju masyarakat yang sejahtera. Reformasi social dengan menjadikan warganegara secara aktif membentuk gilda sosial yang berfungsi untuk membuka ruang partisipasi aktif guna mencapai kesejahteraan social yang menyeluruh. Ini merupakan suatu kebutuhan ketika partai tidak memiliki moralitas politik dan menjadikan rakyat hanya sebagai obnyek kepentingan ekonomi politik semata.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.I. PENGERTIAN  DAN PEMAHAMAN AKUNTANSI PARTAI POLITIK

untuk mengatur pelaporan keuangan partai politik. Dengan adanya standar pelaporan diharapkan laporan keuangan organisasi partai politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevensi, dapat diandalkan, dan memiliki daya banding yang tinggi.

Dalam rangka pesta demokasi di negara ini, tanda tanya besar perlu tidaknya suatu pertanggungjawaban keuangan dialamatkan ke Parpol maupun peserta pemilu. Idealnya mereka harus transparan karena sebagai suatu entitas yang menggunakan dana public yang besar tanggung jawab keuangan merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Mereka harus mempertangungjawabkan sumber daya keuangan yang digunakan kepada para konstituennya dan juga sebagai bentuk kepatuhan kepada Undang-undang. Bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan para peserta pemilu, adalah dengan menyampaikan Laporan Dana kampanye (semua peserta pemilu) serta Laporan Keuangan (khusus untuk Parpol), yang harus diaudit oleh akuntan Publik dan disampaikan ke KPU serta terbuka untuk diakses publik.

2.1.1  Penyusunan Tata Administrasi Keuangan Parpol.

Kita telah memasuki babak baru dalam penciptaan tata kelola keuangan parpol yang semakin transparan ke publik. Penjabaran aspek pertanggungjawaban keuangan UU Parpol /UU No.31 2002, UU Pemilu Legislatif / UU No.12 2003 dan UU Pilpres / UU No 23 2003 ditandai dengan penerbitan SK KPU no. 676 tahun 2003. Pengesahan KPU dilakukan pada tanggal 3 Desember 2003.

Penyusunan SK KPU tersebut beserta lampiran lampirannya adalah hasil dari MOU antara KPU dengan IAI ditandatangani pada tanggal 7 Agustus 2003. Melalui SK KPU No. 676 memberikan pedoman standar bagi parpol untuk tata kelola adminstrasi yang baik meliputi 3 hal pokok, sebagai lampiran SK tersebut yaitu:

1. Tata Administrasi Keuangan Peserta Pemilu (Buku I)

2. Pedoman Sistem Akuntansi Keuangan Partai Politik (Buku II)

3. Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu (Buku III)

2.1.2.  Karakteristik Administrasi Keuangan Parpol adalah sebagai berikut:

Laporan Keuangan Parpol

Laporan keuangan parpol disajikan sebagai bentuk akuntabilitas dari dana-dana publik yang telah mereka gunakan dan sebagai bentuk compliance terhadap ketentuan UU (UU No 31 Tahun 2002). Hal khusus berkaitan dengan akuntansi keuangan parpol adalah form over substance, bukan substance over form. Berdasarkan ketentuan Form over substance, maka parpol harus mencatat transaksi keuangannya berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh KPU, tetapi jika ada hal-hal yang belum tercantum dalam ketentuan KPU maka akuntansi parpol dapat dilandaskan pada standar akuntansi yang berlaku umum.

Dasar penyusunan Pedoman Sistem Akuntansi Keuangan Parpol adalah PSAK 45 tentang Standar akuntansi untuk entitas nirlaba. PSAK 45 sementara ini adalah merupakan standar/acuan bagi akuntansi partai politik sebelum ditetapkannya standar akuntansi khusus yang berlaku untuk partai politik.

Susunan lengkap dari laporan keuangan partai politik terdiri dari:

a)      Laporan posisi keuangan

b)      Laporan aktivitas

c)      Laporan arus kas

d)     Catatan atas laporan keuangan

Susunan lengkap dari laporan keuangan parpol harus mencakup keseluruhan informasi yang dipersyaratkan oleh PSAK 45 maupun PSAK selain 45 yang berlaku umum untuk semua jenis usaha. Dengan demikian PSAK-PSAK yang lain akan applicable sepanjang halhal tertentu belum diatur di PSAK 45.

Untuk mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana sistem akuntansi parpol maka kita dapat melihat ke lampiran SK KPU no 676 tahun 2003 yaitu lampiran II mengenai Pedoman sistem akuntansi keuangan partai politik. Dalam Pedoman tersebut telah dibuat ketentuan mengenai urutan secara kronologis tata cara parpol dalam membukukan dan menyusun laporan keuangannya. Seperti yang dipersyaratkan dalam buku pedoman tersebut yaitu bahwa pedoman tersebut sebagai suatu acuan sistem yang sifatnya minimal bagi parpol dalam rangka akuntabilitas keuangan mereka. Yang dimaksud sebagai persyaratan minimal yaitu bahwa minimal system yang ada di parpol seperti apa yang tertera dalam Buku pedoman tersebut, dengan demikian pengembangan sistem yang lebih komprehensif tentunya menjadi suatu harapan bagi parpol.

Dengan demikian penyusunan dan penyajian laporan keuangan partai politik harus mengacu pada buku pedoman sistem akuntansi keuangan parpol tersebut. Klausul dari ketentuan KPU no 676 menyatakan bahwa masih parpol masih dapat menggunakan system yang telah mereka susun sebelumnya atau yang telah berjalan untuk menyusun laporan keuangan tahun 2003. Untuk tahun berikutnya (2004) maka parpol harus menggunakan buku pedoman tersebut atau mereka masih dapat menggunakan sistem sistem yang mereka desain sendiri tetapi dengan syarat bahwa sistem yang mereka miliki harus lebih komprehensif, penyimpangannya tidak terlalu jauh, dan telah memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan dalam buku pedoman.

Yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan sistem akuntansi parpol adalah bahwa berdasarkan ketentuan dari KPU tersebut yang dimuat di lampiran (buku II), ditetapkan bahwa parpol harus seragam dalam membukukan dan mencatat transaksinya. Keseragaman ini lebih lanjut adalah sebagai upaya agar setiap laporan kuangan parpol memiliki daya banding yang tinggi. Bentuk keseragaman ada pada perlakuan akuntansi, sisdur serta format baku laporan keuangannya.

Hal-hal khusus akuntansi parpol adalah sebagai berikut:

• Unit pelaporan adalah tunggal (bukan sebagai multiple entities).

• Laporan keuangan terdiri dari Laporan posisi keuangan, Laporan aktivitas,        Laporan Arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

• Laporan keuangan parpol adalah laporan keuangan gabungan dari seluruh struktur kepengurusan parpol.

• Akuntansi parpol tidak bertujuan untuk mengukur laba/Profit, dengan demikian aspek kinerja keuangan parpol yang dinilai adalah dari segi bagaimana parpol tersebut dapat menghasilkan uang untuk mendanai kegiatannya dan bagaimana transparansi dan akuntabilitas keuangan parpol terhadap para resource/penyumbang sumber daya keuangan dan publik.

• Asumsi dasar: basis akrual.

• Sistem pencatatan double entry system.

• Sudah mulai diperkenalkan segregation of function di mana unit unit pencatatan,

pembukuan dan custody sudah dipisahkan dalam fungsi-fungsi di parpol.

• Tahun pelaporan (tahun takwim 1 Januari sampai 31 Desember ) tetapi khusus untuk tahun 2003 tahun pelaporan adalah dari sejak ditetapkan sebagai badan hokum sampai 31 Desember 2003. (Pasal 6 ayat 2, SK KPU NO 676 Tahun 2003).

• Penanggung jawab utama laporan keuangan parpol adalah ketua umum parpol yang bersangkutan, tanggung jawab ini dinyatakan dalam suatu management representation letter. Laporan keuangan harus ditandatangani minimal oleh Bendahara Umum dan Ketua Umum Parpol.

• Parpol harus menjalankan pengendalian intern seperti yang dipersyaratkan dalam lampiran I SK KPU NO 676 Tahun 2003 yaitu mengenai petunjuk pelaksanaan tata admistrasi keuangan parpol dan peserta pemilu.

• Segala kekayaan parpol harus terpisah dari kekayaan pengurusnya.

• Diharapkan bahwa semua transaksi keuangan parpol baik transaksi keuangan maupun transaksi dana kampanye dilakukan melalui mekanisme perbankan.

2.1.3.  Pelaporan Dana Kampanye

Laporan Dana Kampanye dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban peserta Pemilu dalam hal pengelolaan Dana Kampanye yang meliputi sumber-sumber perolehan dan penggunaannya. Laporan Dana Kampanye sebagaimana tersaji dalam Buku III berisi informasi tentang semua penerimaan kas dan non kas serta pengeluaran kas dan non kas peserta Pemilu.

Laporan dana kampanye menyajikan sisi sumber dan penggunaan dana kampanye parpol. Laporan ini disajikan oleh parpol yang mengikuti Pemilihan Umum sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan tahunan, dan hanya disajikan pada periode tahun yang ada pemilihan umum di dalamnya

2.1.4.  Jenis Laporan Dana Kampanye

Laporan Dana Kampanye yang disusun oleh peserta pemilihan umum terdiri atas :

1. Laporan Dana Kampanye Peserta Pemilu (berisi sumber dan penggunaan dana kampanye)

2. Catatan atas Laporan Dana Kampanye Peserta Pemilu, yang berisi keterangan mengenai item-item dalam Laporan Dana Kampanye.

3. Informasi Tambahan, yang meliputi:

• Daftar Sumbangan Dana Kampanye Peserta Pemilu di Atas Rp 5.000.000,00, yaitu daftar yang berisi informasi mengenai nama-nama penyumbang yang memberikan sumbangan baik kas maupun non kas untuk Dana Kampanye dengan nilai sumbangan melebihi Rp 5.000.000,00.

• Ringkasan Sumbangan Dana Kampanye Peserta Pemilu per Klasifikasi, yaitu daftar yang memuat rincian jumlah sumbangan berdasarkan klasifikasi penyumbang dan bentuk sumbangan yang diperoleh Dana Kampanye

• Daftar Aktiva Eks-Kampanye Peserta Pemilu, yaitu daftar yang memuat rincian aktiva yang dimiliki oleh peserta Pemilu pada saat kampanye selesai. Aktiva ini merupakan aktiva yang digunakan oleh peserta Pemilu untuk kegiatan kampanye.

• Daftar Sumbangan Tak Beridentitas, yaitu daftar yang memuat rincian sumbangan yang diperoleh Dana Kampanye yang berasal dari sumber-sumber yang tidak jelas atau tidak dapat diketahui identitas lengkapnya.

• Daftar Sumbangan Berupa Utang, yaitu daftar yang memuat rincian sumbangan berupa utang pihak ketiga kepada Dana Kampanye.

Hal krusial yang terdapat dalam Pelaporan Dana Kampanye Pemilu peserta Pemilu (BukuIII) adalah keberadaan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). RKDK dibentuk sejak saat ditetapkannya partai politik menjadi peserta Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan ditutup satu hari setelah masa kampanye berakhir. Masa kampanye berlangsung selama tiga minggu dan berakhir tiga hari sebelum pemungutan suara. Sumbangansumbangan yang ditujukan untuk keperluan kampanye sebelum dibukanya rekening khusus.

Dana Kampanye dikelompokkan oleh partai politik sebagai sumbangan terikat temporer dan dialihkan menjadi saldo awal pada saat rekening khusus Dana Kampanye dibentuk.Demikian pula pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan kampanye yang terjadi sebelum dibukanya rekening khusus, dicatat dalam pembukuan Partai politik Dengan adanya RKDK ini maka semua lalu lintas keuangan dana kampanye harus dilakukan melalui rekening ini. Sebagai bentuk transparansi maka rekening tersebut harus terbuka dan dapat diakses oleh publik yang membutuhkan informasi mengenai keuanganparpol.

 

2.2.   SUMBER DANA PARTAI POLITIK

PP No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol. Juga dijelaskan Permendagri No. 24 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam APBD, Pengajuan dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Parpol.

Perhitungan harusnya sesuai dengan Permendagri . Untuk nilai bantuan persuara, digunakan perhitungan, jumlah anggota DPR dikali bantuan keuangan, kemudian dibagi jumlah perolehan suara pemilu. Lalu untuk jumlah bantuan keuangan, dihitung dengan mengalikan antara jumlah perolehan suara parpol danan nilai bantuan persuara.

Secara rinci perbandingan mengenai aturan-aturan keuangan partai politik dapat dilihat di bawah ini:

a. Iuran Anggota

Hampir semua negara menekankan bahwa sumber utama keuangan partai adalah iuran anggota. TI menyebutkan nama ini sebagai “Uang Jujur”, karena anggota menyumbang bukan untuk mendapatkan imbalan keuntungan atau fasilitas, tetapi karena ingin agar idealismenya dan aspirasinya dibawakan oleh partai tempat dia menjadi anggota.

b. Sumbangan Perusahaan

Negara-negara mempunyai posisi yang berbeda-beda tentang sumbangan dari perusahaan ini. Negara yang melarang sumbangan dari perusahaan adalah Amerika Serikat dan Filipina, sedangkan Inggris dan Jerman tidak jelas. Thailand hanya melarang sumbangan dari perusahaan negara. Yang mengizinkan sumbangan dari perusahaan terjadi di banyak Negara seperti Argentina, Portugal, Ceko kecuali dari bank dan asuransi, Italia. Sumbangan perusahaan ini ada yang dibatasi, tetapi ada pula yang tidak dibatasi. Yang membatasi misalnya Portugal dan Ceko. Yang tidak membatasi adalah Argentina, Afrika Selatan, Italia, Inggris, Jerman, dan Thailand.

c. Subsidi Dana Publik

Hampir semua negara memberikan subsidi kepada partai politik. Misalnya Jerman, Amerika Serikat, Portugal, Ceko, Inggris, Afrika Selatan, dan Filipina. Di Thailand, pengesahan undang-undang mengenai subsidi dari pemerintah baru berlaku tahun 1997 setelah sebelumnya usulan undang-undang selalu ditolak.

d. Fasilitas Publik

Sebagian besar negara yang dipelajari melarang penggunaan fasilitas publik atau negara dalam kegiatan partai politik. Negara-negara yang jelas-jelas melarang antara lain Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Portugal, Filipina, Kanada dan Afrika Selatan. Sedangkan negara yang tidak mengatur secara jelas adalah Argentina, Italia dan Thailand.

e. Sumbangan Individual

Kebanyakan negara-negara demokrasi membatasi jumlah sumbangan individual, misalnya Amerika Serikat, Inggris, Ceko, Jerman, dan Portugal. Namun ada juga yang tidak membatasi jumlah sumbangan individual, yang termasuk dalam kategori ini misalnya negara-negara Kanada, Argentina, Afrika Selatan, Italia dan Thailand. Selain itu ada negara yang membatasi jumlah sumbangan tunai. Di atas jumlah tersebut, sumbangan harus diberikan dalam bentuk cek. Yang membatasi ini misalnya Kanada dan Filipina. Selain itu, identitas individu yang menyumbang diatur dalam undang-undang. Sebagian besar negara mengizinkan sumbangan anonim, tetapi dalam jumlah tertentu. Negara yang mengizinkan sumbangan anonim tetapi dengan batasan besar sumbangan ini misalnya Portugal dan Kanada. Argentina mengizinkan sumbangan anonim tanpa batas besarnya sumbangan. Negara-negara yang melarang sumbangan anonym adalah Ceko, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jerman, Filipina dan Thailand. Argentina dan Afrika Selatan tidak membatasi sumbangn anonim ini.

 

 

f .sumbangan Organisasi Buruh dan Sejenis

Banyak negara yang melarang sumbangan organisasi buruh, organisasi non-profit dan organisasi massa lainnya untuk partai politik. Negara-negara yang melarang misalnya Amerika Serikat, Kanada, Portugal (?), dan Filipina. Sedangkan yang tidak melarang adalah Argentina, Italia, Inggris, Jerman, Ceko

dan Afrika Selatan.

g. Sumbangan dari Pihak Asing

Hampir semua negara melarang, kecuali Ceko yang mengizinkan apabila dana berasal dari organsiasi nirlaba asing; Afrika Selatan, dari pemerintah, swasta maupun dari organisasi nirlaba dan Italia yang mengizinkan sumbangan dari organisasi buruh di luar negeri.

2.3.   MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE  DENGAN MITRA KOALISI KEUANGAN PARTAI POLITIK YANG TRANSPARAN DAN AKUNTABEL

Selama ini yang selalu menjadi perhatian adalah apa yang para calon legislatif sampaikan, janji-janji akan perubahan kondisi perekonomian, kesejahteraan rakyat, dan untaian kata yang terdengar indah lainnya. Pernahkah terlintas pemikiran mengenai dana kampanye yang digunakan parpol (partai politik) untuk mengusung kadernya, dari manakah asalnya, bagaimanakah pelaporan atas penggunaan dana tersebut?

Persoalan transparansi atas pendanaan partai politik masih menjadi tantangan hingga saat ini. Harapan publik untuk dapat mengakses dokumen laporan keuangan masih sulit dijamin. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan partai politik adalah keniscayaan karena sebagai institusi publik partai politik mempunyai peran besar dalam menjaga demokrasi dan mengelola pemerintahan. Namun komitmen partai politik untuk terbuka dan me mpertanggungjawabkan dana partai sangat lemah. Secara khusus, fenomena pelaporan keuangan yang kurang baik itu sekaligus memperlihatkan bahwa partai politik tidak disiplin dalam mencatat penerimaan, pengelolaan, dan pengeluaran dana partainya.

Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik. Keuangan partai politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan, maupun bantuan keuangan dari APBN/APBD. Dalam pasal 34A ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Tujuan audit oleh BPK tersebut adalah untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan bantuan pemerintah dan efektivitas dan operasi penggunaan dana bantuan pemerintah. Audit dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

Dalam pasal 38 UU No 2 th 2011 dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai politik terbuka untuk diketahui masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa seharusnya masyarakat dapat mengetahui dan mengakses atas pelaporan keuangan partai. Namun kenyataannya masih sangat sulit untuk menerapkan transaparansi atas keuangan partai politik. Pasal 39 dari undang-undang ini menyatakan bahwa:

  1. Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan akuntabel
  2. Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodik
  3. Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit dana yang meliputi:
  • laporan realisasi anggaran Partai Politik
  • laporan neraca; dan
  • laporan arus kas.

Audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik yaitu:

Audit atas Laporan Keuangan Tahunan

`Audit atas laporan keuangan tahunan partai politik dilakukan oleh auditor independen yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal ini partai politik melakukan seleksi dan penetapan KAP sesuai dengan prosedur internal Partai. Dalam menentukan KAP, partai politik harus memperhatikan validitas KAP mengingat banyak terjadi praktik pemalsuan terhadap KAP. Karena itu sebelum menunjuk KAP, partai dapat melakukan konsultasi kepada asosiasi profesi akuntan publik yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengenai tata cara dan validitas KAP.

Audit atas Laporan Dana Kampanye

Laporan dana kampanye partai politik pada saat kampanye pemilu legislatif dilakukan audit oleh KAP yang ditunjuk oleh KPU. Audit oleh KAP terhadap laporan dana kampanye dilakukan dengan menggunakan metode audit prosedur disepakati (Audit Upon Procedure/AUP). Dalam hal ini, KAP tidak memberikan suatu opini atas penyajian laporan dana kampanye, melainkan KAP menjalankan prosedur yang sudah ditentukan oleh KPU kemudian melaporkan hasil pelaksanaan prosedur kepada KPU. Kesimpulan dan tindak lanjut hasil audit ini merupakan wewenang KPU. Prosedur audit didasarkan kepada Peraturan KPU terkait.

Hingga sekarang ini laporan keuangan partai politik masih belum dapat dijangkau untuk di audit oleh Kantor Akuntan Publik. Menurut Sekretaris Umum Institut Akuntan Publik Indonesia Bapak Tarkosunaryo, keuangan partai politik saat ini tak bisa diaudit. Selain karena tidak ada tata administrasi yang jelas soal arus kas keluar masuk ke partai politik, audit tidak bisa dilakukan karena sumber dana partai politik selama ini juga tak pernah jelas. Kondisi ini kata Bapak Tarkosunaryo mengonfirmasi dugaan masyarakat selama ini bahwa kemungkinan ada dana ilegal yang menjadi sumber pendanaan partai politik

Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar menegur parpol yang tidak membuat laporan keuangan yang tidak transparan dan akuntabel. Pasalnya parpol merupakan salahsatu lembaga yang mendapatkan dana dari APBN. ”Kita meminta parpol harus lebih transparan dan akuntabel dalam laporan keuangan karena itu bersumber dari APBN di mana publik berhak mengetahuinya. Kita juga meminta Kemendagri harus tegas dalam memberikan sanksi bagi partai yang melanggar,” ujar peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) bidang korupsi politik Apung Widadi dalam jumpa pers di kantor ICW, Kalibata Timur, kemarin (10/10). Apung mendasarkan alasannya itu pada PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada parpol di mana dalam pasal 16 disebutkan: Partai politik yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 13 mengenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan keuangan dari APBN maupun APBD, sampai laporan diterima pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.” Sedangkan pasal 13 berbunyi: Partai Politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan APBN/ APBD secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan. “Kita melihat laporan yang tidak transparan ini sudah terjadi sejak tahun-tahun sebelumnya.

Indonesia Corruption Watch menyatakan sebagian besar partai politik cenderung tertutup terhadap laporan keuangan partai maupun sumber keuangan partai. Hal ini menimbulkan dugaan, adanya dana-dana tak wajar yang mengalir ke parpol selain bantuan dari APBN. selain laporan yang tertutup, mekanisme pelaporan penggunaan uang partai politik ada yang masih buruk. Padahal sebagai badan publik, partai wajib membuat laporan keuangan untuk disampaikan secara terbuka kepada publik. Banyak format laporan tidak sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009 dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 tahun 2008 pasal 15 dan Undang-Undang Partai Politik Nomor 2 tahun 2008. Jika, aturan ini dilanggar, bukan tidak mungkin ada yang tidak ingin menutupi sumber dana tidak halal.

Penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan laporan keuangan partai politik (parpol) masih buruk.  Laporan keuangan parpol sesuai Undang-undang (UU) Parpol No. 2/2008, bahwa parpol wajib membuat laporan keuangan untuk diserahkan ke negara.

ICW melakukan penelitian dimulai dengan mengirim surat permintaan informasi ke parpol sejak Juni 2011, namun tidak ditanggapi. ICW akhirnya mendapatkan informasi laporan keuangan parpol setelah mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat (KIP) pada Januari 2012.

Laporan keuangan yang diteliti berasal dari 9 parpol yang mendapat subsidi dari APBN karena memiliki kursi di DPR, yaitu Partai Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. Dari 9 parpol tersebut, hanya Partai Hanura yang tidak memberikan informasi laporan keuangan ke ICW.

Menurut ICW, Partai Gerindra memiliki laporan keuangan paling baik. Sedangkan Partai Demokrat, PDIP, PPP, dan Hanura paling buruk. Sementara Golkar, PKS, PKB, dan PAN masuk dalam kategori cukup. Namun, secara umum laporan keuangan parpol masih buruk.salah satu faktor buruknya laporan keuangan parpol karena pemerintah tidak memberikan tekanan kepada parpol. Jika diberikan sanksi, Ia yakin parpol akan berbenah membuat laporan yang sesuai standar yang ditetapkan Kemendagri.

Untuk memperbaiki hal ini, ICW meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mendagri aktif memeriksa laporan keuangan parpol. Selain itu, ICW juga meminta parpol untuk lebih transparan dan akuntabel.

Melihat berbagai kekurangan ini, parpol harus memperbaiki dengan memberikan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel pada publik maupun BPK. Selain itu harus ada laporan yang terkonsolidasi daerah dan pusat. Jika tidak, kita tidak tahu apabila dalam partai politik ada dualisme. Yang dari APBN dilaporkan, sementara bukan APBN tidak disampaikan kepada publik.

.

2.4.    PERAN KPU DALAM KEUANGAN PARTAI POLITIK

Sebagai imbas Reformasi 1998, kebebasan bersuara dan berpendapat menjadi suatu fenomena yang tidak asing ditemui di Indonesia, bahkan bermunculan beraneka ragam PARPOL dan LSM seperti PSASP (Pusat Studi Akuntansi Sektor Publik) yang berfokus pada program perbaikan sistem manajemen administrasi publik untuk institusi publik.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bisa membuat regulasi mengenai laporan keuangan konsolidasi partai politik saat melakukan kampanye pemilihan umum.
Laporan keuangan ini bukan hanya menyangkut penerimaan dan pengeluaran dana kampanye parpol, melainkan dana yang dikelola pengurus parpol dan calon legislatif.

 Jika tidak diatur, publik tidak pernah tahu dari mana parpol maupun mendapatkan dana kampanye. Regulasi ini sekaligus bisa mengurangi peran uang berbicara dalam Pemilu.

      sistem proporsional yang tercantum dalam UU Pemilu, pertarungan saat kampanye tidak hanya melibatkan caleg antar parpol. Sesama caleg di dalam parpol pun juga harus bertarung untuk meraih suara maupun nomor urut. “Dan kecenderungannya, dalam hal ini uang lah yang berbicara. Ini sudah terbukti di Pemilu 2009.regulasi mengenai pembatasan maupun laporan keuangan konsolidasi dana kampanye belum diatur dalam UU. Akibatnya pengurus parpol dan caleg bisa seenaknya menggelontorkan dana besar tak terbatas untuk kepentingan kampanye, baik dirinya maupun parpolnya

Terkait dengan sanksi bagi pelaku politik uang dalam kampanye pemilu ini,  sebenarnya UU Pemilu sudah menyatakan dengan tegas apabila yang dikenai hukuman bukan hanya pemberi dana kampanye, melainkan juga penerimanya. “Namun yang dibatasi di sini dana perseorangan nonanggota dan noncaleg serta badan usaha.

Laporan keuangan parpol sesuai Undang-undang (UU) Parpol No. 2/2008, bahwa parpol wajib membuat laporan keuangan untuk diserahkan ke Negara.

Sebagaimana dijelaskan, setiap partai politik wajib membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah. Disamping itu partai politik harus membuat laporan keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada KPU setelah diaudit oleh akuntan public. Dalam hal dana kampanye, maka setiap partai politik harus memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan menyerahkan laporan neraca keuangan hasil audit akuntan publik kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah hari pemungutan suara.

2.6. MASALAH-MASALAH TENTANG STANDAR  AKUNTANSI PARTAI POLITIK SA’AT INI

Pembuatan standard sistem pelaporan keuangan dan dana kampanye parpol merupakan hal penting dan diberi tempat tersendiri oleh UU No. 12/2003 Tentang Pemsilu Anggota Legislatif ataupun UU No. 31/2002 Tentang Partai Politik. Yang menjadi sasarannya adalah untuk menciptakan pemilihan umum yang bersih dan persaingan yang sehat di antara parti-partai. Undang-undang No 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, khususnya yang menyangkut pasal 9, mengatur masalah audit keuangan partai politik ini.

Belum adanya standar akuntansi keuangan, baik yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia sebagai wadah organisasi profesi akuntan Indonesia maupun oleh lembaga pengawas partai politik (Mahkamah Agung dan Komisi Pemilihan Umum), yang secara khusus dapat dijadikan dasar penyusunan laporan keuangan bagi partai politik. Hal itu sangat memungkinkan parta politik membuat model pencatatan keuangan sendiri tanpa standar.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa PSAK 45 – Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba dapat digunakan sebagai standar akuntansi keuangan partai politik, karena karakter partai politik mirip dengan karakter organisasi nirlaba. Namun ada beberapa hal yang membedakan partai politik dengan entitas nirlaba. Karakteristik khusus partai politik tersebut antara lain: jika pada organisasi nirlaba pada umumnya terdapat kejelasan jenis barang dan/atau jasa yang dihasilkannya, maka tujuan utama partai politik adalah dalam rangka meraih kekuasaan politik; perjuangan utama partai politik dilakukan melalui Pemilihan Umum, kepentingan publik yang lebih besar; dan adanya kegiatan besar lima tahunan yaitu kegiatan kampanye. Di samping itu, beberapa peraturan yang secara khusus mengatur partai politik sehingga menyebabkan kekhususan pada keuangan partai politik.

Dengan dasar adanya perbedaan karakteristik, perbedaan kepentingan pemakai laporan keuangan dan adanya transaksi-transaksi khusus partai politik dengan entitas lain, diperlukan adanya standar akuntansi keuangan khusus yang mengatur pelaporan keuangan partai politik. Dengan penyempurnaan standar akuntansi keuangan ini diharapkan laporan keuangan partai politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dapat diandalkan dan memiliki daya banding yang tinggi. Laporan keuangan yang dihasilkan dapat dipergunakan oleh para pengguna laporan keuangan dan tidak menyesatkan. Dengan demikian, transparansi di bidang keuangan dapat diwujudkan yang pada gilirannya penyalahgunaan dan pelanggaran keuangan oleh partai politik serta politik uang dapat dicegah atau setidaknya dikurangi.

Dengan standar akuntansi yang baik, dan informasi yang bisa diakses masyarakat luas, maka kendali masyarakat terhadap partai politik akan layak dilakukan. Kontrol publik akan mencegah terjadinya politik uang dalam proses politik dan proses pengambilan keputusan atau kebijakan di kalangan pemerintah.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerima pemaparan dari Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) hari Jumat 25 April ini. Kepada KPU, IAI memaparkan sistem audit keuangan partai politik dalam forum rapat yang dipimpin oleh Ketua KPU Prof. Nazaruddin Sjamsuddin, dan dihadiri Wakil Ketua KPU Prof. Ramlan Surbakti dan annggota KPU lainnya, serta pejabat sekretariat jenderal. ini merupakan awal dari persiapan KPU untuk menyiapkan sebuah sistem atau standardisasi pelaporan keuangan partai politik

Sebagaimana di jelaskan bahwa partai politik wajib melaporkan pembukuan dan sumbangan yang diterimanya dari pihak manapun. Secara berkala partai politik harus membuat dan melaporkan keuangannya kepada KPU. KPU ditugasi Undang-undang untuk membuat standardisasi keuangan dan tata cara pelaporan keuangan parpol serta standardisasi dan tata cara pelaporan dan pengumumam dana kampanye. Dalam Pemilu yang lalu tidak ada standardisasi seperti itu sehingga menyulitkan audit oleh akuntan. Hari ini dengan adanya paparan dari IAI diharapkan dapat diperoleh adanya standardisasi akuntansi sehingga memudahkan audit keuangan Parpol dan dana kampanye.

 

3

BAB III

PENUTUP

3.1.  KESIMPULAN

Di era reformasi ini banyak pembentukan lembaga-lembaga partai politik,sehingga menambah Peran pemerintah dalam mengatur kebijakan dan regulasi khususnya dalam pengelolaan keuangan partai politik yang transparansi dan akuntabel untuk mewujudkan pemerintahan yang good governance.

Sebagai perwujudan penerapan Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik. Keuangan partai politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan, maupun bantuan keuangan dari APBN/APBD. Dalam pasal 34A ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Dalam pasal 38 UU No 2 th 2011 dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai politik terbuka untuk diketahui masyarakat.

3.2.  SARAN

Penyusun mengharapkan pembaca dapa menerapkan dan mempraktekan  informasi-informasi yang ada di dalam makalah ini di lingkungan public dan menjadi acuan sebagai studi pembelajaran di lingkungan perkuliahan dan maupun lingkungan masyarakat umum.

 

 

 Image