akuntansi keuangan partai politik

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG

Moralitas politik yang menyangkut keuangan dan kesejahteraan rakyat tidak pernah menjadi agenda kerja yang serius dalam proses reformasi. Akibatnya ketiadaan transparansi akan sumber keuangan partai merupakan bagian yang paling lemah dari kemungkinan untuk terjadi praktek-praktek korupsi untuk keuangan partai, seperti kasus yang paling mutakhir. Kasus perginya kader partai memberi kesan kepada rakyat bahwa partai membangun sandiwara murahan. Siapa yang dicitrakan buruk dalam sandiwara tersebut dimata rakyat? Institusi hukum yang berselisih waktu dalam pencekalan perginya sang kader partai ke negeri yang tidak memiliki perjanjian extradisi, dan KPK yang juga dicitrakan terlambat dalam mencegah kepergian pelaku yang diduga terlibat dalam kasus penyuapan pembangunan wisma Atlit. Jika ini benar, maka kita dapat mengatakan bahwa partai tidak lagi memiliki moralitas politik. Lebih dari itu juga partai yang semestinya membela rakyatnya sebagai korban korupsi justru memberi kesan lebih membela kadernya yang telah merugikan rakyat. Ini adalah sebuah gambaran dari kehidupan politik tanpa moral. Partai dalam hal ini, tampak seperti tidak peduli dengan rakyatnya yang semestinya mereka sejahterakan, yaitu dengan menjalankan negara secara bersih dan bekeadilan. Negeri ini akan di bawa ke mana jika partai tidak memiliki moralitas dan pertanggungjawaban kepada rakyat sebagai konstituen politiknya.

Rakyat selama ini hanya dijadikan korban partai karena pada dasarnya partai-partai di Indonesia bukan muncul karena kepentingan rakyat melalui gerakan sosialnya, namun lebih merupakan kepentingan elit politik dan elit bisnis yang

bergerak menggunakan kekuatan social untuk memenuhi kepentingan elit itu sendiri. Akibatnya rakyat hanya merupakan obyek politik yang sesungguhnya tidak aktif dalam mendorong terjadinya perubahan yang mendasar yaitu kesejahteraan sosial. Ini artinya reformasi politik lebih lanjut perlu dipikirkan agar lebih mendasar dan radikal.

Dalam hal ini rakyat perlu membentuk kekuatan alternatif berupa gerakan sosial yang berfungsi sebagai pengendali moralitas politik menuju masyarakat yang sejahtera. Reformasi social dengan menjadikan warganegara secara aktif membentuk gilda sosial yang berfungsi untuk membuka ruang partisipasi aktif guna mencapai kesejahteraan social yang menyeluruh. Ini merupakan suatu kebutuhan ketika partai tidak memiliki moralitas politik dan menjadikan rakyat hanya sebagai obnyek kepentingan ekonomi politik semata.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.I. PENGERTIAN  DAN PEMAHAMAN AKUNTANSI PARTAI POLITIK

untuk mengatur pelaporan keuangan partai politik. Dengan adanya standar pelaporan diharapkan laporan keuangan organisasi partai politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevensi, dapat diandalkan, dan memiliki daya banding yang tinggi.

Dalam rangka pesta demokasi di negara ini, tanda tanya besar perlu tidaknya suatu pertanggungjawaban keuangan dialamatkan ke Parpol maupun peserta pemilu. Idealnya mereka harus transparan karena sebagai suatu entitas yang menggunakan dana public yang besar tanggung jawab keuangan merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Mereka harus mempertangungjawabkan sumber daya keuangan yang digunakan kepada para konstituennya dan juga sebagai bentuk kepatuhan kepada Undang-undang. Bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan para peserta pemilu, adalah dengan menyampaikan Laporan Dana kampanye (semua peserta pemilu) serta Laporan Keuangan (khusus untuk Parpol), yang harus diaudit oleh akuntan Publik dan disampaikan ke KPU serta terbuka untuk diakses publik.

2.1.1  Penyusunan Tata Administrasi Keuangan Parpol.

Kita telah memasuki babak baru dalam penciptaan tata kelola keuangan parpol yang semakin transparan ke publik. Penjabaran aspek pertanggungjawaban keuangan UU Parpol /UU No.31 2002, UU Pemilu Legislatif / UU No.12 2003 dan UU Pilpres / UU No 23 2003 ditandai dengan penerbitan SK KPU no. 676 tahun 2003. Pengesahan KPU dilakukan pada tanggal 3 Desember 2003.

Penyusunan SK KPU tersebut beserta lampiran lampirannya adalah hasil dari MOU antara KPU dengan IAI ditandatangani pada tanggal 7 Agustus 2003. Melalui SK KPU No. 676 memberikan pedoman standar bagi parpol untuk tata kelola adminstrasi yang baik meliputi 3 hal pokok, sebagai lampiran SK tersebut yaitu:

1. Tata Administrasi Keuangan Peserta Pemilu (Buku I)

2. Pedoman Sistem Akuntansi Keuangan Partai Politik (Buku II)

3. Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu (Buku III)

2.1.2.  Karakteristik Administrasi Keuangan Parpol adalah sebagai berikut:

Laporan Keuangan Parpol

Laporan keuangan parpol disajikan sebagai bentuk akuntabilitas dari dana-dana publik yang telah mereka gunakan dan sebagai bentuk compliance terhadap ketentuan UU (UU No 31 Tahun 2002). Hal khusus berkaitan dengan akuntansi keuangan parpol adalah form over substance, bukan substance over form. Berdasarkan ketentuan Form over substance, maka parpol harus mencatat transaksi keuangannya berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh KPU, tetapi jika ada hal-hal yang belum tercantum dalam ketentuan KPU maka akuntansi parpol dapat dilandaskan pada standar akuntansi yang berlaku umum.

Dasar penyusunan Pedoman Sistem Akuntansi Keuangan Parpol adalah PSAK 45 tentang Standar akuntansi untuk entitas nirlaba. PSAK 45 sementara ini adalah merupakan standar/acuan bagi akuntansi partai politik sebelum ditetapkannya standar akuntansi khusus yang berlaku untuk partai politik.

Susunan lengkap dari laporan keuangan partai politik terdiri dari:

a)      Laporan posisi keuangan

b)      Laporan aktivitas

c)      Laporan arus kas

d)     Catatan atas laporan keuangan

Susunan lengkap dari laporan keuangan parpol harus mencakup keseluruhan informasi yang dipersyaratkan oleh PSAK 45 maupun PSAK selain 45 yang berlaku umum untuk semua jenis usaha. Dengan demikian PSAK-PSAK yang lain akan applicable sepanjang halhal tertentu belum diatur di PSAK 45.

Untuk mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana sistem akuntansi parpol maka kita dapat melihat ke lampiran SK KPU no 676 tahun 2003 yaitu lampiran II mengenai Pedoman sistem akuntansi keuangan partai politik. Dalam Pedoman tersebut telah dibuat ketentuan mengenai urutan secara kronologis tata cara parpol dalam membukukan dan menyusun laporan keuangannya. Seperti yang dipersyaratkan dalam buku pedoman tersebut yaitu bahwa pedoman tersebut sebagai suatu acuan sistem yang sifatnya minimal bagi parpol dalam rangka akuntabilitas keuangan mereka. Yang dimaksud sebagai persyaratan minimal yaitu bahwa minimal system yang ada di parpol seperti apa yang tertera dalam Buku pedoman tersebut, dengan demikian pengembangan sistem yang lebih komprehensif tentunya menjadi suatu harapan bagi parpol.

Dengan demikian penyusunan dan penyajian laporan keuangan partai politik harus mengacu pada buku pedoman sistem akuntansi keuangan parpol tersebut. Klausul dari ketentuan KPU no 676 menyatakan bahwa masih parpol masih dapat menggunakan system yang telah mereka susun sebelumnya atau yang telah berjalan untuk menyusun laporan keuangan tahun 2003. Untuk tahun berikutnya (2004) maka parpol harus menggunakan buku pedoman tersebut atau mereka masih dapat menggunakan sistem sistem yang mereka desain sendiri tetapi dengan syarat bahwa sistem yang mereka miliki harus lebih komprehensif, penyimpangannya tidak terlalu jauh, dan telah memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan dalam buku pedoman.

Yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan sistem akuntansi parpol adalah bahwa berdasarkan ketentuan dari KPU tersebut yang dimuat di lampiran (buku II), ditetapkan bahwa parpol harus seragam dalam membukukan dan mencatat transaksinya. Keseragaman ini lebih lanjut adalah sebagai upaya agar setiap laporan kuangan parpol memiliki daya banding yang tinggi. Bentuk keseragaman ada pada perlakuan akuntansi, sisdur serta format baku laporan keuangannya.

Hal-hal khusus akuntansi parpol adalah sebagai berikut:

• Unit pelaporan adalah tunggal (bukan sebagai multiple entities).

• Laporan keuangan terdiri dari Laporan posisi keuangan, Laporan aktivitas,        Laporan Arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

• Laporan keuangan parpol adalah laporan keuangan gabungan dari seluruh struktur kepengurusan parpol.

• Akuntansi parpol tidak bertujuan untuk mengukur laba/Profit, dengan demikian aspek kinerja keuangan parpol yang dinilai adalah dari segi bagaimana parpol tersebut dapat menghasilkan uang untuk mendanai kegiatannya dan bagaimana transparansi dan akuntabilitas keuangan parpol terhadap para resource/penyumbang sumber daya keuangan dan publik.

• Asumsi dasar: basis akrual.

• Sistem pencatatan double entry system.

• Sudah mulai diperkenalkan segregation of function di mana unit unit pencatatan,

pembukuan dan custody sudah dipisahkan dalam fungsi-fungsi di parpol.

• Tahun pelaporan (tahun takwim 1 Januari sampai 31 Desember ) tetapi khusus untuk tahun 2003 tahun pelaporan adalah dari sejak ditetapkan sebagai badan hokum sampai 31 Desember 2003. (Pasal 6 ayat 2, SK KPU NO 676 Tahun 2003).

• Penanggung jawab utama laporan keuangan parpol adalah ketua umum parpol yang bersangkutan, tanggung jawab ini dinyatakan dalam suatu management representation letter. Laporan keuangan harus ditandatangani minimal oleh Bendahara Umum dan Ketua Umum Parpol.

• Parpol harus menjalankan pengendalian intern seperti yang dipersyaratkan dalam lampiran I SK KPU NO 676 Tahun 2003 yaitu mengenai petunjuk pelaksanaan tata admistrasi keuangan parpol dan peserta pemilu.

• Segala kekayaan parpol harus terpisah dari kekayaan pengurusnya.

• Diharapkan bahwa semua transaksi keuangan parpol baik transaksi keuangan maupun transaksi dana kampanye dilakukan melalui mekanisme perbankan.

2.1.3.  Pelaporan Dana Kampanye

Laporan Dana Kampanye dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban peserta Pemilu dalam hal pengelolaan Dana Kampanye yang meliputi sumber-sumber perolehan dan penggunaannya. Laporan Dana Kampanye sebagaimana tersaji dalam Buku III berisi informasi tentang semua penerimaan kas dan non kas serta pengeluaran kas dan non kas peserta Pemilu.

Laporan dana kampanye menyajikan sisi sumber dan penggunaan dana kampanye parpol. Laporan ini disajikan oleh parpol yang mengikuti Pemilihan Umum sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan tahunan, dan hanya disajikan pada periode tahun yang ada pemilihan umum di dalamnya

2.1.4.  Jenis Laporan Dana Kampanye

Laporan Dana Kampanye yang disusun oleh peserta pemilihan umum terdiri atas :

1. Laporan Dana Kampanye Peserta Pemilu (berisi sumber dan penggunaan dana kampanye)

2. Catatan atas Laporan Dana Kampanye Peserta Pemilu, yang berisi keterangan mengenai item-item dalam Laporan Dana Kampanye.

3. Informasi Tambahan, yang meliputi:

• Daftar Sumbangan Dana Kampanye Peserta Pemilu di Atas Rp 5.000.000,00, yaitu daftar yang berisi informasi mengenai nama-nama penyumbang yang memberikan sumbangan baik kas maupun non kas untuk Dana Kampanye dengan nilai sumbangan melebihi Rp 5.000.000,00.

• Ringkasan Sumbangan Dana Kampanye Peserta Pemilu per Klasifikasi, yaitu daftar yang memuat rincian jumlah sumbangan berdasarkan klasifikasi penyumbang dan bentuk sumbangan yang diperoleh Dana Kampanye

• Daftar Aktiva Eks-Kampanye Peserta Pemilu, yaitu daftar yang memuat rincian aktiva yang dimiliki oleh peserta Pemilu pada saat kampanye selesai. Aktiva ini merupakan aktiva yang digunakan oleh peserta Pemilu untuk kegiatan kampanye.

• Daftar Sumbangan Tak Beridentitas, yaitu daftar yang memuat rincian sumbangan yang diperoleh Dana Kampanye yang berasal dari sumber-sumber yang tidak jelas atau tidak dapat diketahui identitas lengkapnya.

• Daftar Sumbangan Berupa Utang, yaitu daftar yang memuat rincian sumbangan berupa utang pihak ketiga kepada Dana Kampanye.

Hal krusial yang terdapat dalam Pelaporan Dana Kampanye Pemilu peserta Pemilu (BukuIII) adalah keberadaan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). RKDK dibentuk sejak saat ditetapkannya partai politik menjadi peserta Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan ditutup satu hari setelah masa kampanye berakhir. Masa kampanye berlangsung selama tiga minggu dan berakhir tiga hari sebelum pemungutan suara. Sumbangansumbangan yang ditujukan untuk keperluan kampanye sebelum dibukanya rekening khusus.

Dana Kampanye dikelompokkan oleh partai politik sebagai sumbangan terikat temporer dan dialihkan menjadi saldo awal pada saat rekening khusus Dana Kampanye dibentuk.Demikian pula pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan kampanye yang terjadi sebelum dibukanya rekening khusus, dicatat dalam pembukuan Partai politik Dengan adanya RKDK ini maka semua lalu lintas keuangan dana kampanye harus dilakukan melalui rekening ini. Sebagai bentuk transparansi maka rekening tersebut harus terbuka dan dapat diakses oleh publik yang membutuhkan informasi mengenai keuanganparpol.

 

2.2.   SUMBER DANA PARTAI POLITIK

PP No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol. Juga dijelaskan Permendagri No. 24 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam APBD, Pengajuan dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Parpol.

Perhitungan harusnya sesuai dengan Permendagri . Untuk nilai bantuan persuara, digunakan perhitungan, jumlah anggota DPR dikali bantuan keuangan, kemudian dibagi jumlah perolehan suara pemilu. Lalu untuk jumlah bantuan keuangan, dihitung dengan mengalikan antara jumlah perolehan suara parpol danan nilai bantuan persuara.

Secara rinci perbandingan mengenai aturan-aturan keuangan partai politik dapat dilihat di bawah ini:

a. Iuran Anggota

Hampir semua negara menekankan bahwa sumber utama keuangan partai adalah iuran anggota. TI menyebutkan nama ini sebagai “Uang Jujur”, karena anggota menyumbang bukan untuk mendapatkan imbalan keuntungan atau fasilitas, tetapi karena ingin agar idealismenya dan aspirasinya dibawakan oleh partai tempat dia menjadi anggota.

b. Sumbangan Perusahaan

Negara-negara mempunyai posisi yang berbeda-beda tentang sumbangan dari perusahaan ini. Negara yang melarang sumbangan dari perusahaan adalah Amerika Serikat dan Filipina, sedangkan Inggris dan Jerman tidak jelas. Thailand hanya melarang sumbangan dari perusahaan negara. Yang mengizinkan sumbangan dari perusahaan terjadi di banyak Negara seperti Argentina, Portugal, Ceko kecuali dari bank dan asuransi, Italia. Sumbangan perusahaan ini ada yang dibatasi, tetapi ada pula yang tidak dibatasi. Yang membatasi misalnya Portugal dan Ceko. Yang tidak membatasi adalah Argentina, Afrika Selatan, Italia, Inggris, Jerman, dan Thailand.

c. Subsidi Dana Publik

Hampir semua negara memberikan subsidi kepada partai politik. Misalnya Jerman, Amerika Serikat, Portugal, Ceko, Inggris, Afrika Selatan, dan Filipina. Di Thailand, pengesahan undang-undang mengenai subsidi dari pemerintah baru berlaku tahun 1997 setelah sebelumnya usulan undang-undang selalu ditolak.

d. Fasilitas Publik

Sebagian besar negara yang dipelajari melarang penggunaan fasilitas publik atau negara dalam kegiatan partai politik. Negara-negara yang jelas-jelas melarang antara lain Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Portugal, Filipina, Kanada dan Afrika Selatan. Sedangkan negara yang tidak mengatur secara jelas adalah Argentina, Italia dan Thailand.

e. Sumbangan Individual

Kebanyakan negara-negara demokrasi membatasi jumlah sumbangan individual, misalnya Amerika Serikat, Inggris, Ceko, Jerman, dan Portugal. Namun ada juga yang tidak membatasi jumlah sumbangan individual, yang termasuk dalam kategori ini misalnya negara-negara Kanada, Argentina, Afrika Selatan, Italia dan Thailand. Selain itu ada negara yang membatasi jumlah sumbangan tunai. Di atas jumlah tersebut, sumbangan harus diberikan dalam bentuk cek. Yang membatasi ini misalnya Kanada dan Filipina. Selain itu, identitas individu yang menyumbang diatur dalam undang-undang. Sebagian besar negara mengizinkan sumbangan anonim, tetapi dalam jumlah tertentu. Negara yang mengizinkan sumbangan anonim tetapi dengan batasan besar sumbangan ini misalnya Portugal dan Kanada. Argentina mengizinkan sumbangan anonim tanpa batas besarnya sumbangan. Negara-negara yang melarang sumbangan anonym adalah Ceko, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jerman, Filipina dan Thailand. Argentina dan Afrika Selatan tidak membatasi sumbangn anonim ini.

 

 

f .sumbangan Organisasi Buruh dan Sejenis

Banyak negara yang melarang sumbangan organisasi buruh, organisasi non-profit dan organisasi massa lainnya untuk partai politik. Negara-negara yang melarang misalnya Amerika Serikat, Kanada, Portugal (?), dan Filipina. Sedangkan yang tidak melarang adalah Argentina, Italia, Inggris, Jerman, Ceko

dan Afrika Selatan.

g. Sumbangan dari Pihak Asing

Hampir semua negara melarang, kecuali Ceko yang mengizinkan apabila dana berasal dari organsiasi nirlaba asing; Afrika Selatan, dari pemerintah, swasta maupun dari organisasi nirlaba dan Italia yang mengizinkan sumbangan dari organisasi buruh di luar negeri.

2.3.   MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE  DENGAN MITRA KOALISI KEUANGAN PARTAI POLITIK YANG TRANSPARAN DAN AKUNTABEL

Selama ini yang selalu menjadi perhatian adalah apa yang para calon legislatif sampaikan, janji-janji akan perubahan kondisi perekonomian, kesejahteraan rakyat, dan untaian kata yang terdengar indah lainnya. Pernahkah terlintas pemikiran mengenai dana kampanye yang digunakan parpol (partai politik) untuk mengusung kadernya, dari manakah asalnya, bagaimanakah pelaporan atas penggunaan dana tersebut?

Persoalan transparansi atas pendanaan partai politik masih menjadi tantangan hingga saat ini. Harapan publik untuk dapat mengakses dokumen laporan keuangan masih sulit dijamin. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan partai politik adalah keniscayaan karena sebagai institusi publik partai politik mempunyai peran besar dalam menjaga demokrasi dan mengelola pemerintahan. Namun komitmen partai politik untuk terbuka dan me mpertanggungjawabkan dana partai sangat lemah. Secara khusus, fenomena pelaporan keuangan yang kurang baik itu sekaligus memperlihatkan bahwa partai politik tidak disiplin dalam mencatat penerimaan, pengelolaan, dan pengeluaran dana partainya.

Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik. Keuangan partai politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan, maupun bantuan keuangan dari APBN/APBD. Dalam pasal 34A ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Tujuan audit oleh BPK tersebut adalah untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan bantuan pemerintah dan efektivitas dan operasi penggunaan dana bantuan pemerintah. Audit dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

Dalam pasal 38 UU No 2 th 2011 dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai politik terbuka untuk diketahui masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa seharusnya masyarakat dapat mengetahui dan mengakses atas pelaporan keuangan partai. Namun kenyataannya masih sangat sulit untuk menerapkan transaparansi atas keuangan partai politik. Pasal 39 dari undang-undang ini menyatakan bahwa:

  1. Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan akuntabel
  2. Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodik
  3. Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit dana yang meliputi:
  • laporan realisasi anggaran Partai Politik
  • laporan neraca; dan
  • laporan arus kas.

Audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik yaitu:

Audit atas Laporan Keuangan Tahunan

`Audit atas laporan keuangan tahunan partai politik dilakukan oleh auditor independen yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal ini partai politik melakukan seleksi dan penetapan KAP sesuai dengan prosedur internal Partai. Dalam menentukan KAP, partai politik harus memperhatikan validitas KAP mengingat banyak terjadi praktik pemalsuan terhadap KAP. Karena itu sebelum menunjuk KAP, partai dapat melakukan konsultasi kepada asosiasi profesi akuntan publik yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengenai tata cara dan validitas KAP.

Audit atas Laporan Dana Kampanye

Laporan dana kampanye partai politik pada saat kampanye pemilu legislatif dilakukan audit oleh KAP yang ditunjuk oleh KPU. Audit oleh KAP terhadap laporan dana kampanye dilakukan dengan menggunakan metode audit prosedur disepakati (Audit Upon Procedure/AUP). Dalam hal ini, KAP tidak memberikan suatu opini atas penyajian laporan dana kampanye, melainkan KAP menjalankan prosedur yang sudah ditentukan oleh KPU kemudian melaporkan hasil pelaksanaan prosedur kepada KPU. Kesimpulan dan tindak lanjut hasil audit ini merupakan wewenang KPU. Prosedur audit didasarkan kepada Peraturan KPU terkait.

Hingga sekarang ini laporan keuangan partai politik masih belum dapat dijangkau untuk di audit oleh Kantor Akuntan Publik. Menurut Sekretaris Umum Institut Akuntan Publik Indonesia Bapak Tarkosunaryo, keuangan partai politik saat ini tak bisa diaudit. Selain karena tidak ada tata administrasi yang jelas soal arus kas keluar masuk ke partai politik, audit tidak bisa dilakukan karena sumber dana partai politik selama ini juga tak pernah jelas. Kondisi ini kata Bapak Tarkosunaryo mengonfirmasi dugaan masyarakat selama ini bahwa kemungkinan ada dana ilegal yang menjadi sumber pendanaan partai politik

Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar menegur parpol yang tidak membuat laporan keuangan yang tidak transparan dan akuntabel. Pasalnya parpol merupakan salahsatu lembaga yang mendapatkan dana dari APBN. ”Kita meminta parpol harus lebih transparan dan akuntabel dalam laporan keuangan karena itu bersumber dari APBN di mana publik berhak mengetahuinya. Kita juga meminta Kemendagri harus tegas dalam memberikan sanksi bagi partai yang melanggar,” ujar peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) bidang korupsi politik Apung Widadi dalam jumpa pers di kantor ICW, Kalibata Timur, kemarin (10/10). Apung mendasarkan alasannya itu pada PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada parpol di mana dalam pasal 16 disebutkan: Partai politik yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 13 mengenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan keuangan dari APBN maupun APBD, sampai laporan diterima pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.” Sedangkan pasal 13 berbunyi: Partai Politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan APBN/ APBD secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan. “Kita melihat laporan yang tidak transparan ini sudah terjadi sejak tahun-tahun sebelumnya.

Indonesia Corruption Watch menyatakan sebagian besar partai politik cenderung tertutup terhadap laporan keuangan partai maupun sumber keuangan partai. Hal ini menimbulkan dugaan, adanya dana-dana tak wajar yang mengalir ke parpol selain bantuan dari APBN. selain laporan yang tertutup, mekanisme pelaporan penggunaan uang partai politik ada yang masih buruk. Padahal sebagai badan publik, partai wajib membuat laporan keuangan untuk disampaikan secara terbuka kepada publik. Banyak format laporan tidak sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009 dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 tahun 2008 pasal 15 dan Undang-Undang Partai Politik Nomor 2 tahun 2008. Jika, aturan ini dilanggar, bukan tidak mungkin ada yang tidak ingin menutupi sumber dana tidak halal.

Penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan laporan keuangan partai politik (parpol) masih buruk.  Laporan keuangan parpol sesuai Undang-undang (UU) Parpol No. 2/2008, bahwa parpol wajib membuat laporan keuangan untuk diserahkan ke negara.

ICW melakukan penelitian dimulai dengan mengirim surat permintaan informasi ke parpol sejak Juni 2011, namun tidak ditanggapi. ICW akhirnya mendapatkan informasi laporan keuangan parpol setelah mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat (KIP) pada Januari 2012.

Laporan keuangan yang diteliti berasal dari 9 parpol yang mendapat subsidi dari APBN karena memiliki kursi di DPR, yaitu Partai Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. Dari 9 parpol tersebut, hanya Partai Hanura yang tidak memberikan informasi laporan keuangan ke ICW.

Menurut ICW, Partai Gerindra memiliki laporan keuangan paling baik. Sedangkan Partai Demokrat, PDIP, PPP, dan Hanura paling buruk. Sementara Golkar, PKS, PKB, dan PAN masuk dalam kategori cukup. Namun, secara umum laporan keuangan parpol masih buruk.salah satu faktor buruknya laporan keuangan parpol karena pemerintah tidak memberikan tekanan kepada parpol. Jika diberikan sanksi, Ia yakin parpol akan berbenah membuat laporan yang sesuai standar yang ditetapkan Kemendagri.

Untuk memperbaiki hal ini, ICW meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mendagri aktif memeriksa laporan keuangan parpol. Selain itu, ICW juga meminta parpol untuk lebih transparan dan akuntabel.

Melihat berbagai kekurangan ini, parpol harus memperbaiki dengan memberikan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel pada publik maupun BPK. Selain itu harus ada laporan yang terkonsolidasi daerah dan pusat. Jika tidak, kita tidak tahu apabila dalam partai politik ada dualisme. Yang dari APBN dilaporkan, sementara bukan APBN tidak disampaikan kepada publik.

.

2.4.    PERAN KPU DALAM KEUANGAN PARTAI POLITIK

Sebagai imbas Reformasi 1998, kebebasan bersuara dan berpendapat menjadi suatu fenomena yang tidak asing ditemui di Indonesia, bahkan bermunculan beraneka ragam PARPOL dan LSM seperti PSASP (Pusat Studi Akuntansi Sektor Publik) yang berfokus pada program perbaikan sistem manajemen administrasi publik untuk institusi publik.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bisa membuat regulasi mengenai laporan keuangan konsolidasi partai politik saat melakukan kampanye pemilihan umum.
Laporan keuangan ini bukan hanya menyangkut penerimaan dan pengeluaran dana kampanye parpol, melainkan dana yang dikelola pengurus parpol dan calon legislatif.

 Jika tidak diatur, publik tidak pernah tahu dari mana parpol maupun mendapatkan dana kampanye. Regulasi ini sekaligus bisa mengurangi peran uang berbicara dalam Pemilu.

      sistem proporsional yang tercantum dalam UU Pemilu, pertarungan saat kampanye tidak hanya melibatkan caleg antar parpol. Sesama caleg di dalam parpol pun juga harus bertarung untuk meraih suara maupun nomor urut. “Dan kecenderungannya, dalam hal ini uang lah yang berbicara. Ini sudah terbukti di Pemilu 2009.regulasi mengenai pembatasan maupun laporan keuangan konsolidasi dana kampanye belum diatur dalam UU. Akibatnya pengurus parpol dan caleg bisa seenaknya menggelontorkan dana besar tak terbatas untuk kepentingan kampanye, baik dirinya maupun parpolnya

Terkait dengan sanksi bagi pelaku politik uang dalam kampanye pemilu ini,  sebenarnya UU Pemilu sudah menyatakan dengan tegas apabila yang dikenai hukuman bukan hanya pemberi dana kampanye, melainkan juga penerimanya. “Namun yang dibatasi di sini dana perseorangan nonanggota dan noncaleg serta badan usaha.

Laporan keuangan parpol sesuai Undang-undang (UU) Parpol No. 2/2008, bahwa parpol wajib membuat laporan keuangan untuk diserahkan ke Negara.

Sebagaimana dijelaskan, setiap partai politik wajib membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah. Disamping itu partai politik harus membuat laporan keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada KPU setelah diaudit oleh akuntan public. Dalam hal dana kampanye, maka setiap partai politik harus memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan menyerahkan laporan neraca keuangan hasil audit akuntan publik kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah hari pemungutan suara.

2.6. MASALAH-MASALAH TENTANG STANDAR  AKUNTANSI PARTAI POLITIK SA’AT INI

Pembuatan standard sistem pelaporan keuangan dan dana kampanye parpol merupakan hal penting dan diberi tempat tersendiri oleh UU No. 12/2003 Tentang Pemsilu Anggota Legislatif ataupun UU No. 31/2002 Tentang Partai Politik. Yang menjadi sasarannya adalah untuk menciptakan pemilihan umum yang bersih dan persaingan yang sehat di antara parti-partai. Undang-undang No 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, khususnya yang menyangkut pasal 9, mengatur masalah audit keuangan partai politik ini.

Belum adanya standar akuntansi keuangan, baik yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia sebagai wadah organisasi profesi akuntan Indonesia maupun oleh lembaga pengawas partai politik (Mahkamah Agung dan Komisi Pemilihan Umum), yang secara khusus dapat dijadikan dasar penyusunan laporan keuangan bagi partai politik. Hal itu sangat memungkinkan parta politik membuat model pencatatan keuangan sendiri tanpa standar.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa PSAK 45 – Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba dapat digunakan sebagai standar akuntansi keuangan partai politik, karena karakter partai politik mirip dengan karakter organisasi nirlaba. Namun ada beberapa hal yang membedakan partai politik dengan entitas nirlaba. Karakteristik khusus partai politik tersebut antara lain: jika pada organisasi nirlaba pada umumnya terdapat kejelasan jenis barang dan/atau jasa yang dihasilkannya, maka tujuan utama partai politik adalah dalam rangka meraih kekuasaan politik; perjuangan utama partai politik dilakukan melalui Pemilihan Umum, kepentingan publik yang lebih besar; dan adanya kegiatan besar lima tahunan yaitu kegiatan kampanye. Di samping itu, beberapa peraturan yang secara khusus mengatur partai politik sehingga menyebabkan kekhususan pada keuangan partai politik.

Dengan dasar adanya perbedaan karakteristik, perbedaan kepentingan pemakai laporan keuangan dan adanya transaksi-transaksi khusus partai politik dengan entitas lain, diperlukan adanya standar akuntansi keuangan khusus yang mengatur pelaporan keuangan partai politik. Dengan penyempurnaan standar akuntansi keuangan ini diharapkan laporan keuangan partai politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dapat diandalkan dan memiliki daya banding yang tinggi. Laporan keuangan yang dihasilkan dapat dipergunakan oleh para pengguna laporan keuangan dan tidak menyesatkan. Dengan demikian, transparansi di bidang keuangan dapat diwujudkan yang pada gilirannya penyalahgunaan dan pelanggaran keuangan oleh partai politik serta politik uang dapat dicegah atau setidaknya dikurangi.

Dengan standar akuntansi yang baik, dan informasi yang bisa diakses masyarakat luas, maka kendali masyarakat terhadap partai politik akan layak dilakukan. Kontrol publik akan mencegah terjadinya politik uang dalam proses politik dan proses pengambilan keputusan atau kebijakan di kalangan pemerintah.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerima pemaparan dari Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) hari Jumat 25 April ini. Kepada KPU, IAI memaparkan sistem audit keuangan partai politik dalam forum rapat yang dipimpin oleh Ketua KPU Prof. Nazaruddin Sjamsuddin, dan dihadiri Wakil Ketua KPU Prof. Ramlan Surbakti dan annggota KPU lainnya, serta pejabat sekretariat jenderal. ini merupakan awal dari persiapan KPU untuk menyiapkan sebuah sistem atau standardisasi pelaporan keuangan partai politik

Sebagaimana di jelaskan bahwa partai politik wajib melaporkan pembukuan dan sumbangan yang diterimanya dari pihak manapun. Secara berkala partai politik harus membuat dan melaporkan keuangannya kepada KPU. KPU ditugasi Undang-undang untuk membuat standardisasi keuangan dan tata cara pelaporan keuangan parpol serta standardisasi dan tata cara pelaporan dan pengumumam dana kampanye. Dalam Pemilu yang lalu tidak ada standardisasi seperti itu sehingga menyulitkan audit oleh akuntan. Hari ini dengan adanya paparan dari IAI diharapkan dapat diperoleh adanya standardisasi akuntansi sehingga memudahkan audit keuangan Parpol dan dana kampanye.

 

3

BAB III

PENUTUP

3.1.  KESIMPULAN

Di era reformasi ini banyak pembentukan lembaga-lembaga partai politik,sehingga menambah Peran pemerintah dalam mengatur kebijakan dan regulasi khususnya dalam pengelolaan keuangan partai politik yang transparansi dan akuntabel untuk mewujudkan pemerintahan yang good governance.

Sebagai perwujudan penerapan Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik. Keuangan partai politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan, maupun bantuan keuangan dari APBN/APBD. Dalam pasal 34A ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Dalam pasal 38 UU No 2 th 2011 dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai politik terbuka untuk diketahui masyarakat.

3.2.  SARAN

Penyusun mengharapkan pembaca dapa menerapkan dan mempraktekan  informasi-informasi yang ada di dalam makalah ini di lingkungan public dan menjadi acuan sebagai studi pembelajaran di lingkungan perkuliahan dan maupun lingkungan masyarakat umum.

 

 

 Image

Leave a comment